Minggu, 13 November 2016
Periode Mekkah
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM PERIODE MEKKAH
A. Perkembangan Agama Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW
Sebelum Islam datang di tanah arab, sebenarnya masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka sudah memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan Panganisme, mereka tidak mengingkari adanya tuhan, tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala untuk menyembah tuhan mereka. Orang-orang arab juga hidupnya suka berpindah-pindah tempat atau sering disebut nomaden, mereka suka mengenbara kemana-mana, itu bisa dipahami karena kondisi bangsa arab tandus dan kurang subur. Karena kondisi alam seperti inilah terkadang menjadikan mereka memiliki watak watak yang keras. Mereka suka berperang. Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehingga ketika mereka memillii anak laki-laki mereka bangga, tetapi sebaliknya ketika mendapat anak perempuan mereka merasa aib dan malu, karena tidak bisa diajak berperang maka banyak yang mereka bunuh. Dalam kondisi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad diturunkan. Ayah nabi muhammad bernama Abdullah bin ibn abdul muthalib. Dan ibunya bernam Aminah binti wahab. Dia dilahirkan di mekah pada tanggal 20 agustus tahun 570 M. tahun ini disebut juga tahun gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap ka’bah yang dilakukan raja Abrahah dari Yaman. Beliau menjadi yatim pada usia delapan tahun, lalu di asuh kakek dan pamannya. Pada usia 12 tahun nabi sudah mengenal perdagangan, sebab beliau telah diajak oleh paman beliau, Abu Thalib ke negeri Syam. Setelah dewasa, beliau ingin berusaha berdagang dengan membawa barang dagangan Khadijah, seoramg saudagar wanita yang ahirnya menjadi istri beliau.
Fase kenabian beliau dimulai ketika beliau bertahanus di Gua Hira, sebagai imbas keprihatinan beliau terhadap masyarakat Arab yang menyembah berhala.disini beliau menerima wahyu pertama QS.AL-Alaq: 1-5, yang berbunyi:
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan wahyu yang pertama ini maka beliau telah diangkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu beliau belum diperintahkan untuk menyeru pada umatnya, namun setelah turun wahyu kedua, yaitu QS. AL-Mudatsir ayat 1-7:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ ١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ ٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ ٤ وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ ٥ وَلَا تَمۡنُن تَسۡتَكۡثِرُ ٦ وَلِرَبِّكَ فَٱصۡبِرۡ ٧
Artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut) bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul yang harus berdakwah.’’ Dalam hal ini dakwah nabi muhammad dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Periode Mekkah, ciri pokok periode ini adalah pembinaan dan pendidikan tauhid. 2. Periode Madinah, ciri pokok periode ini adalah pendidikan Sosial dan Politik.
B. Agama Islam pada Masa Periode Mekah
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad SAW mulai melaksanakan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid bin Haritsah bekas budak beliau. Juga banyak yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk islam), mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman bin ‘auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah. Kemudian, setelah turun QS. Al-hijr:94,yang berbunyi:
فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٩٤
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik“. Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan. Namun, dakwah yang dilakukan tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Karena beberapa faktor, yaitu:
1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
2. Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3. Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
4. Taklid pada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab.
5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki. Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah nabi Muhammad SAW, namun selalu gagal.
Puncak segala cara itu adalah dengan diperlakukannya pemboikotan terhadap bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad SAW berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama 3 tahun, dan merupakan tindakan yang paling melemahkan umat Islam pada saat itu. Pemboikotan ini berhenti setelah kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sangat keterlaluan. Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi Nabi Muhammad SAW dari orang-orang kafir yaitu paman beliau, Abu Thalib dan istri beliau, Khadijah. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW sehingga dinamakan amul khuzn. Karena di Makkah dakwah nabi Muhammad mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya Nabi memutuskan untuk berdakwah diluar Makkah. Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini, hampir menyebabkan Nabi putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah SWT mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun ke-10.
Setelah peristiwa itu, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib ( Madinah ) untuk berhaji ke Makkah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling bermusuhan yaitu suku Aus dan Khazraj yang masuk Islam dalam tiga gelombang. Gelombang pertama pada tahun ke-10 kenabian, pada gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian mereka datang kembali menemui Nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “aqabah pertama”, yang berisi ikrar kesetiaan. Gelombang ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, mereka datang kembali kepada nabi untuk hijrah ke yatsrib. Mereka akan membaiat nabi sebagai pemimpin. Perjanjian ini disebut perjanjian “aqabah kedua” karena terjadi ditempat yang sama. Akhirnya Nabi Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yatsrib. Dan ketika sampai disana, sebagai penghormatan kepada nabi, nama Yatsrib diubah menjadi Madinah.
Perang Uhud
Sejarah Perang Uhud
Sejarah Perang Uhud merupakan kisah peperangan yang dilalui Rasulullah SAW namun berakhir dengan kekalahan. Pada perang ini, umat Islam yang awalnya mendapatkan kemenangan harus menderita kekalahan karena silau oleh harta yang ditinggalkan lawannya. Mereka tidak mendengarkan nasihat Rasulullah untuk menjaga posisi dan memilih untuk mengambil harta sisa kaum kafir yang kalah. Mendengar itu, kaum kafir lalu menyerang umat Islam yang tengah lengah karena harta, dan kaum muslimin akhirnya menderita kekalahan.Perang ini terjadi merupakan ajang balas dendam yang dilakukan oleh kaum Quraisy karena menderita kekalahan atas kaum Muslim saat perang Badar. Kala itu, tentara Quraisy yang berjumlah 1000 orang harus menyerah kalah dengan pasukan Islam yang hanya berjumlah 300 orang. Sejumlah nama besar tewas dalam peperangan tersebut. Hal ini membuat merek yang tersisa kahirnya murka dan menyusun strategi balas dendam. Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb inilah yang menjadi penghasut kaum quraisy. Langkah yang mereka lakukan adalah dengan menghasut kaum Mekkah untuk tidak mengingat korban tewas dalam perang Badar. Mereka juga meminta kaum Quraisy untuk menunda pembayaran tebusan kepada kaum muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Kaum ini juga menggalang dana untuk modal sebagai aksi balas dendam. Ternyata langkah mereka ini berhasil, mereka berhasil mengumpulkan 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Mereka sukses menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang Badar yakni sekitar 3000 pasukan. Rasulullah SAW yang mendengar kabar tersebut lalu bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer. Rasulullah SAW dan sahabat memilih untuk untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Rasulullah SAW membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon : Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat. Peperangan pun terjadi pada para pemangku panji perang. Setelah beberapa orang yang tewas, akhirnya perang pun berkobar.
Perang berkecamuk merata di setiap titik bak kobaran api menjalar membakar rerumputan kering, jagoan-jagoan Islam benar-benar menampakkan kehebatan dan kepiawaian mereka dalam putaran perang kali ini, militansi pasukan Islam merupakan buah dari kekuatan iman yang merasuk dan terpatri kuat dalam hati mereka, seakan-akan iman telah memenuhi setiap pembuluh darah mereka, kecilnya jumlah tak menciutkan nyali para pejuang demi tegaknya agama Allah. Barisan musuh semakin kacau-balau. Tak pelak, mereka lari centang-perenang meninggalkan medan laga, dan lalai dengan ambisi buruk yang selama ini mereka impikan. Kaum muslimin unggul dan menguasai medan laga. Namun disinilah mulainya malapetaka. Pasukan Quraisy yang lari meninggalkan harta benda yang melimpah. Kaum muslimin malah sibuk mengumpulkan harta rampasan perang yang tercecer. Mulailah kecintaan terhadap dunia menghinggapi hati sebagian besar pasukan pemanah. Mereka khawatir akan tidak mendapat bagian rampasan perang. Mereka meninggalkan bukit strategis itu dan lalai terhadap wasiat Rasulullah. Kini pertahanan inti kaum muslimin dalam kondisi rawan. Kholid bin Al-Walid, salah satu komandan pasukan berkuda Quraisy, tak membiarkan kesempatan emas itu lewat begitu saja. Ia memutar haluan arah pasukan kuda Quraisy dan dengan segala ambisi merebut posisi paling strategis, yaitu bukit para pemanah. Musuh menyergap dan mengepung sisa pasukan pemanah. Para pemanah tak kuasa menghalau serangan mendadak itu. Pertahanan kaum muslimin semakin rapuh. Kondisi berubah seketika. Saat itu, Rasulullah di kabarkan telah meninggal dan membuat kaum muslimin yang berperang semankin mengendur. Jiwa pasukan Islam lemah tak tahu kemana mereka akan melangkah. Sebagian mereka terduduk tak tahu apa yang ditunggu, bahkan sebagian mereka berpikir untuk menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul –salah satu tokoh munafiqin– guna meminta perlindungan keamanan dari Abu Sufyan (yang ketika itu belum masuk Islam). Jagoan Quraisy menjadikan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai target operasi utama. Rasulullah saat itu hanya didampingi sembilan orang shahabat sedangkan pasukan muslimin yang lain tercerai-berai.
Namun, kaum musyrikin lebih dahulu mendengarnya, secepat kilat mencari sumber suara, dan disitulah mereka mendapatkan manusia mulia yang selama ini mereka berambisi besar untuk membunuhnya. Sebanyak tujuh orang gugur dari sembilan orang shahabat yang melindungi Rasulullah. Adapun dua orang yang tersisa adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhuma. Saat itu musuh sangat leluasa menyerang Rasulullah. Utbah bin Abi Waqqash melukai bibir beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam dengan lemparan batu. Abdullah bin Shihab Az-Zuhry menciderai pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Qim’ah menyabetkan pedangnya pada pundak beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyebabkan rasa sakit lebih dari sebulan, namun sabetan tersebut tidak berhasil menembus baju besi sang nabi Allah. Abdullah menyabetkan kembali pedangnya tepat di pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Rantai yang pecah itu membuat pedang dengan luluasa menembus pipi Rasulullah hingga gigi seri beliau pecah. Sontak saja wajah Nabi Allah ini berlumuran darah. Dua sahabat yang masih tersisa itulah yang melindungi Rasulullah sampai putus beberapa jari-jemari. Pada pertempuran ini tentara Muslim banyak yang menjadi korban sehingga mayoritas ahli sejarah menyatakan bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan dalam pertempuran Uhud.
sejarah dinasti abasiyah
Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1] \
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani
Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai
melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
(717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi
kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara
dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim
al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan
yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena
tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar.
Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan
pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang
sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa
lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah
dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi
perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka
mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah
oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua
dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah
Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan
yang antara lain disebabkan:
1.
Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.
Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
3.
Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.[4]
Oleh karena itu,
logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia
untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun[5];
a)
Keturunan
Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b)
Keturunan
Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim
al-Iman;
c)
Keurunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan.
Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan
mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah
ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/
750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah
menggunakan Kuffah sebagai pusat
pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama.
Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat
pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam
mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah
Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan
menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami
tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut.
a.
Bani
Abas (750-932 M
1)
Khalifah
Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2)
Khalifah
Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3)
Khalifah
Al-Mahdi (775-785 M)
4)
Khalifah
Al Hadi (775-776 M)
5)
Khalifah
Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6)
Khalifah
Al-Amin (809-813 M)
7)
Khalifah
Al-Makmun (813-633 M)
8)
Khalifdah
Al-Mu’tasim (833-842 M)
9)
Khalifah
Al-Wasiq ( 842-847 M)
10) Khalifah
Al-Mutawakkil (847-861 M)
11) ….
b.
Bani Buwaihi (932-107 5M)
1)
Khalifah
Al-Kahir (932-934 M)
2)
Khalifah
Ar-Radi (934-940 M
3)
Khalifah
Al-Mustaqi (943-944 M)
4)
Khalifah
Al-Muktakfi (944-946 M)
5)
Khalifal
Al-Mufi (946-974 M)
6)
Dst
…
c.
Bani
Seljuk
1)
Khalifah
Al-Muktadi (1075-1048 M)
2)
Khalifah
Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3)
Khalifah
Al-Mustasid (1118-1135 M)
4)
Dst
…[7]
Adapun periodisasi dalam Daulah
Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a.
Periode
Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana
diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena
dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah.
Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775
M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa
kejayaan Daulah Abasiyah.[8]
Pada periode
awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan
daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan
dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi
(775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai
pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa
pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan
berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan
pada umumnya….[9]
b.
Periode
Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan
Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan
kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan
Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil
(842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.[10]
Pemberontakan
masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran
rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor
penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama,
luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat.
Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara
sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi
memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c.
Periode
Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah
Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama
periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya,
lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan
Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara
itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai
wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad
menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini
tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana
berkuasaAli bin Buwaihi.[11]
d.
Periode
Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat
ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya
atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad.
Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam
bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. [12]
e.
Periode
Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi
perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah
tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan
berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan
khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan
Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.[13]
Langganan:
Postingan (Atom)